Rabu, 21 Januari 2015

Nama-Nama Pelukis Terkenal di Indonesia

1. Affandi
 Berkas:Affandi.jpg

Affandi Koesoema (Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990) adalah seorang pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.

Biografi

Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai--yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno.
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.
Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.

Affandi dan melukis

Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa itu?.
Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok besar.
Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar.
Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya itu.

Museum Affandi

Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Affandi di mata dunia

Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro.
Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia.
Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada Pelukis Affandi".
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia. Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.

Penghargaan dan lain-lain

  • Agama: Islam
  • Istri
  1. Maryati (istri pertama)
  2. Rubiyem (istri kedua)
  • Anak
  1. Kartika Affandi
  2. Juki Affandi BSc
  3. Rukmini (adik tiri)
  • Penghargaan
  1. Piagam Anugerah Seni, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969
  2. Doktor Honoris Causa dari University of Singapore, 1974
  3. Dag Hammarskjöld, International Peace Prize (Florence, Italia, 1997)
  4. Bintang Jasa Utama, tahun 1978
  5. Julukan Pelukis Ekspresionis Baru Indonesia oleh Koran International Herald Tribune
  6. Gelar Grand Maestro di Florence, Italia
  • Pameran
  1. Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brazil, 1966)
  2. East-West Center (Honolulu, 1988)
  3. Festival of Indonesia (AS, 1990-1992)
  4. Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
  5. Singapore Art Museum (1994)
  6. Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996)
  7. Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
  8. ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)
  9. Pameran keliling di berbagai kota di India.
  10. Pameran di Eropa al: London, Amsterdam, Brussels, Paris, Roma
  11. Pameran di benua Amerika al: Brazilia, Venezia, São Paulo, Amerika Serikat
  12. Pameran di Australia
  • Buku tentang Affandi
  1. Buku kenang-kenangan tentang Affandi, Prix International Dag Hammarskjöld, 1976, 189 halaman. Ditulis dalam empat bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Indonesia.
  2. Nugraha Sumaatmadja, buku tentang Affandi, Penerbitan Yayasan Kanisius, 1975
  3. Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji, Affandi 70 Tahun, Dewan Kesenian Jakarta, 1978. Diterbitkan dalam rangka memperingati ulang tahun ketujuh puluh.
  4. Raka Sumichan dan Umar Kayam, buku tentang Affandi, Yayasan Bina Lestari Budaya Jakarta, 1987, 222 halaman. Diterbitkan dalam rangka memperingati 80 tahun Affandi, dalam dua bahasa, yakni Bahasa Inggris dan Indonesia.

 2. Agus Djaya

 




Nama :
Raden Agoes Djajasoeminta
Lahir :
Pandeglang, Banten,
1 April 1913
Wafat :
Bogor, Jawa Barat,
24 April 1994
Pendidikan :
HIS (1926),
MULO (1930),
MLS (Sekolah Menengah Pertanian, tidak tamat),
HIK (1934),
Akademi Seni Rupa Amsterdam Belanda
Aktifitas Lain :
Pendiri dan Ketua Persagi, (193t-1942),
Kepala Sekolah,
Ketua Pusat Kebudayaan Bagian Senirupa (1942-1945)
Pelopor pelukis dari tiga zaman ini dilahirkan  di Pandeglang, Banten, 1 April 1913.  Di zaman pendudukan Jepang, ia direkomendasikan oleh Bung Karno untuk menjadi Ketua Pusat Kebudayaan Bagian Senirupa (1942-1945). Pada zaman  revolusi kemerdekaan ia katif sebagai Kolonel Intel dan F.P (Persiapan Lapangan). Namun setelah kemerdekaan ia kembali aktif ke dunia senirupa.
Ada suasana magis terpancar dari warna biru dan merah Agus Djaya. Sosok-sosok penari yang tampil dalam lukisannya merupakan penampilan suasana ritual dari masyarakat yang maísih sangat dekat dengan alam. Warna biru dan merahnya seperti sudah menemukan karakter tersendiri, sehingga merupakan idiom yang khas dari Agus. Dunia pewayangan rupanya amat menarik hati pelukis kelahiran Pandeglang, Banten ini. Dalam kanvas-kanvasnya, apabila Agus mengerjakan obyek wayang, terasa ada kekayaan. 


Kadang-kadang sambil bergurau, Agus menertawakan dirinya yang bekerja seni untuk seni, dengan mengorbankan karir sebagai calon jenderal. April 1976 ia berpameran tunggal di TIM, Jakarta. Yang pertama kali setelah absen berpameran tunggal selama 40 tahun. Lebih dari 70 buah lukisan dipajangnya. Tampak percobaan untuk beranjak dari seni-sosok menuju lukisan-lukisan yang sifatnya abstrak, atau semi-abstrak. Ia mencita-citakan lahirnya corak seni-lukis Indonesia yang khas. Bukan perbedaan-perbedaan bentuk, katanya, akan tetapi sari. Tetapi lebih penting dari itu adalah corak pribadi, tutor mantan tentara dengan 11 tanda jasa ini, ia lalu menyebut nama Affandi sebagai yang sudah punya corak kepribadian.
 Sering berpameran baik itu di dalam maupun di luar negeri, didalam negeri seperti di Taman Ismail Marzuki, Balai Budaya, Museum Pusat, Mitra Budaya, Lembaga Indonesia (LIA), Oet’s fine art gallery, dll. Sedangkan pamerannya di luar negeri seperti di Stedelijk Museum Amsterdam, Galerie Barbison Paris, Grand Prix des Beaux Art Monaco, Biennale Sao Paolo Brazil, International Art Gallery Sydney dll. Ia berharap generasi muda Indonesia mampu memenuhi museum-museum yang penuh dengan koleksi senilukis sebagai ciri dari mutu seni budayanya sendiri.   

3. Bagong Kussudiardja



Bagong Kussudiardja (lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928 – meninggal di Yogyakarta, 15 Juni 2004 pada umur 75 tahun) adalah seorang Koreografer dan Pelukis Indonesia. Bagong memulai kariernya sebagai penari Jawa klasik di Yogyakarta pada 1954. Ia berkenalan dengan seni tersebut melalui Sekolah Tari Kredo Bekso Wiromo, yang dipimpin oleh Pangeran Tedjokusumo, seniman tari ternama.
Bagong mendirikan Pusat Latihan Tari (PLT) pada 5 Maret 1958 dan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja pada 2 Oktober 1978. Selama hidupnya, lebih dari 200 tari telah diciptakan, dalam bentuk tunggal atau massal, diantaranya; tari Layang-layang (1954), tari Satria Tangguh, dan Kebangkitan dan Kelahiran Isa Almasih (1968), juga Bedaya Gendeng (1980-an).
Orangtua Bagong, RB Tjondro Sentono menikah dengan Siti Aminah, Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah Kus Sumarbirah, Bagong Kussudiardja, Handung Kussudyarsana, dan terakhir Lilut Kussudyarto. Kakeknya, Gusti Djuminah konon adalah putra mahkota Sultan HB VII yang karena membelot, terpaksa harus menjalani hukuman kurantil (pengasingan).


  4. Barli Sasmitawinata

Barli Sasmitawinata (lahir di Bandoeng, 18 Maret 1921 – meninggal di Bandung, 8 Februari 2007 pada umur 85 tahun) adalah seorang pelukis realis asal Indonesia.
Ia mulai menekuni dunia seni lukis sekitar tahun 1930-an dan merupakan bagian dari "Kelompok Lima" yang juga beranggotakan Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Wahdi. Awalnya ia menjadi pelukis atas permintaan kakak iparnya pada tahun 1935 agar ia memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung. Di sana ia banyak belajar melukis alam benda. Setelah berguru pada pelukis Italia Luigi Nobili (juga di Bandung), pada tahun 1950-an ia lalu melanjutkan pendidikan seni rupa di Eropa. Latar belakang pendidikan tingginya di Belanda dan Perancis (Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950 dan Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, 1956) terwakili dalam karya-karyanya yang menunjukkan penguasaan teknik menggambar anatomi tubuh secara rinci.
Sasmitawinata dikenal sebagai orang menekankan pentingnya pendidikan seni rupa. Tahun 1948 ia mendirikan studio Jiwa Mukti bersama Karnedi dan Sartono. Setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, ia mendirikan Sanggar Rangga Gempol di kawasan Dago, Bandung pada tahun 1958. Ia pernah mengajar seni lukis di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan adalah salah seorang perintis jurusan seni rupa di Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung (kini bernama Universitas Pendidikan Indonesia) pada tahun 1961. Barli lalu kemudian lebih banyak mengajar murid secara informal di sanggar. Tahun 1992 ia mendirikan Museum Barli Bandung.
Antara murid-murid yang pernah dididiknya adalah Popo Iskandar, Srihadi Soedarsono, Yusuf Affendi, AD Pirous, Anton Huang, R Rudiyat Martadiraja, Chusin Setiadikara, Sam Bimbo, Rudi Pranajaya.
Karya-karyanya pernah dipamerkan baik di dalam maupun luar negeri. Koleksinya juga dipamerkan di Museum Barli Bandung. Pada tahun 2000, ia menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari presiden.
Ia meninggalkan 2 anak kandung, 3 anak tiri, 15 cucu, dan 9 buyut. Setelah istri pertamanya, Atikah Basari (menikah 1946) meninggal tahun 1991, ia menikah lagi dengan Nakisbandiyah tahun 1992.


  5. Basuki Abdullah 




Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 – meninggal 5 November 1993 pada umur 78 tahun) adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi barang koleksi dari berbagai penjuru dunia.

Masa muda

Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).

Aktivitas

Pada masa Pemerintahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra ini Basuki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basuki Abdullah juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang) bersama-sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basuki Resobawo.
Di masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948 bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara melukis, Basuki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.

Sejak itu pula dunia mulai mengenal Basuki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia. Selama di negeri Belanda Basuki Abdullah sering kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia dan Perancis dimana banyak bermukim para pelukis dengan reputasi dunia.
Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.
Basuki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basuki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun 1974 Basuki Abdullah menetap di Jakarta.
.
 6. Djoko Pekik




7. Dullah Suweileh

 

Dullah Suweilah.jpg

  • Dullah Suweileh (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 15 Oktober 1944 – meninggal di Jakarta, 6 April 2008 pada umur 63 tahun) di kalangan musisi akrab dipanggil dengan panggilan Dullah, adalah seorang musisi jazz asal Indonesia.

    Biografi

    Dullah Suweileh adalah kakak kandung dari Karim Suweileh, sejak kecil sudah tertarik mendengarkan suara perkusi. Pada usia 13 tahun Dullah mulai bermain musik sebagai perkusionis di band sekolahnya di Surabaya. Saat itu dia masih duduk di bangku SMP. Lalu kegiatan bermusik dilanjutkan di bangku SMA, dengan ikut berpartisipasi pada beberapa Lomba Musik antar sekolah.
    Bersyukur Dullah lahir di lingkungan yang suka musik, Awad Suweileh, kakak kandung Dullah adalah termasuk pemain perkusi (conga) terbaik pada dekade 1950-an. Awad juga memainkan berbagai gaya musik termasuk jazz dan musik Latin. Awad pula yang kemudian menjadi guru pertama Dullah dalam memainkan conga.
    Pada tahun 1969 Dullah membentuk band sendiri yang bernama Aneka Nada, tampil seminggu sekali di sebuah klub malam di Surabaya. Aneka Nada membawakan musik bergaya Boogie-woogie, atau irama latin dan musik pengiring dansa.Pada tahun 1972 band Aneka Nada memperoleh kontrak untuk bermain di Hotel Intercontinental Bali Beach, Disini dia bermain bersama Alex Faraknimela (piano,keyboard), Boece Karamoy (bass) dan Ria Faraknimela (vokalis).Dullah mengganti conga dengan drums. Meskipun tidak khusus memainkan musik Jazz, namun ketika di Bali inilah Dullah sempat bertemu dengan musisi jazz kelas dunia, seperti Emil Richard, salah seorang musisi jazz dari kelompok George Shearing.
    Tahun 1973 bersama grup musiknya yang semula menetap di Bali kemudian hijrah ke Jakarta dan dikontrak main di Hotel Kartika Plaza. Disitu bercokol pula beberapa musisi Jazz Indonesia kawakan seperti Nick Mamahit dan Jack Lesmana . Kemudian Jack Lesmanalah yang mengajak Dullah dan Alex Faraknimela, mengisi program acara Jazz “Nada dan Imptrovisasi” di TVRI bahkan diajak pula ke studio rekaman dan menghasilkan sederet musik Pop Jazz Indonesia. Dullah Suweileh merupakan kakak dari Karim Suweileh dan adik dari Awad Suweileh yang dulunya merupakan pemain perkusi yang sering bermain dengan musisi jazz Indonesia di Surabaya dan Hotel Indonesia di Jakarta.
    Akhirnya Dullah menggantikan posisi Awad di band Bhineka Ria, grup musik tersebut awalnya merupakan grup dimana kakaknya Awad ikut bermain, dengan para pemainnya antara lain seperti Didi Pattirani, Lodi Item (ayah kandung Jopie Item), Jerry Swesei, Max Lipi, Hassan Umar dan penyanyi Bob Tutupoly.
    Ditahun 1974, Dullah telah bertekad hanya ingin di dunia musik dan memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya yang telah sampai di Tingkat III Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya dan menetap terus di Jakarta.Secara perlahan nama Dullah mulai dikenal sebagai pemain perkusi yang handal. Dullah sering terlibat langsung dalam berbagai pertunjukan dan rekaman album jazz. Mulai dari Jack Lesmana, Ireng Maulana, Abadi Soesman dan banyak lagi.
    Tahun 1983, Dullah bergabung bersama Ireng Maulana sebagai penabuh perkusi dalam dalam Ireng Maulana All Star bersama Hendra Wijaya, Benny Mustapha, Benny Likumahuwa, Rony Isani, Trisno, Karim Thess dan lain-lain.
    Tahun 1985, Dullah memperkuat kelompok jazz yang bernama “Bhaskara” bersama Luluk Purwanto, Joko WH, Bambang Nugroho, Nunung Wardiman, Karim Suweileh untuk tampil dalam “North Sea Jazz Festival” di Den Haag, Belanda. Keikutsertaan dalam Jazz Festival Internasioanl terus berlanjut hingga keempat kalinya, bersama group Bhaskara Dullah sempat merilis 3 album.
  • 8. Ferry Gabriel
  •  

  • 9. Hendra Gunawan
  •  Hendra Gunawan adalah seorang pelukis dan pematung. Dia dilahirkan di Bandung, 11 Juni 1918 dan meninggal di Bali, 17 Juli 1983. Semasa hidupnya, Hendra sempat belajar melukis pada Wahdi, seorang pelukis pemandangan. Dari Wahdi, ia banyak menggali pengetahuan tentang melukis. Kegiatannya bukan hanya melukis semata, tetapi pada waktu senggang ia menceburkan diri pada kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dari pengalaman itulah, ia mengasah kemampuannya.
    Pertemuannya dengan Affandi merupakan fase dan sumber inspirasi jalan hidupnya untuk menjadi seorang pelukis. Dengan didasari niat yang tulus dan besar, ia memberanikan diri melangkah maju. Bermodalkan pensil, kertas, kanvas dan cat ia mulai berkarya. Komunitas dari pergaulannya ikut mendukung dan terus mendorongnya untuk berkembang. Keberaniannya terlihat ketika ia membentuk Sanggar Pusaka Sunda pada tahun 1940-an bersama pelukis Bandung dan pernah beberapa kali mengadakan pameran bersama.
    Revolusipun pecah, Hendra ikut berjuang. Baginya antara melukis dan berjuang sama pentingnya. Pengalamannya di front perjuangan banyak memberi inspirasi baginya. Dari sinilah lahir karya-karya lukisan Hendra yang revolusioner. Lukisan “Pengantin Revolusi”, disebut-sebut sebagai karya empu dengan ukuran kanvas yang besar, tematik yang menarik dan warna yang menggugah semangat juang. Nuansa kerakyatan menjadi fokus dalam pemaparan lukisannya.
    Pada tahun 1947, ia mendirikan sanggar Pelukis Rakyat bersama temannya, Affandi. Dari sanggar ini banyak melahirkan pelukis yang cukup diperhitungkan seperti Fajar Sidik dan G. Sidharta. Selain melukis, mematung juga merupakan bagian dari kesehariannya. Hasilnya, patung batu Jenderal Sudirman di halaman gedung DPRD Yogyakarta.
    Keberpihakannya pada rakyat membuatnya harus mendekam di penjara selama 13 tahun antara tahun 1965-1978, karena ia tercatat sebagai salah seorang tokoh Lekra. Ketika dipenjara, ia masih terus melukis dengan warna-warna yang natural dengan menggunakan kanvas berukuran besar. Semua itu diperolehnya dari begitu seringnya ia belajar dari ikan, baik warnanya maupun karakter ikan yang tidak mengenal diam.
    Pelukis yang dekat dengan penyair Chairil Anwar memilih Bali sebagai pelabuhan hati yang teduh, tenang dan ayem. Selain bergaul dengan para pelukis, ia juga bergaul dengan penyair sekaliber Umbu Landu Paranggi, penyair kelahiran Sumba yang menetap di Bali. Umbu sangat menghargai Hendra karena selain catatannya kerjanya didunia seni lukis sebagai maestro ternyata Hendra pun menulis puisi.
    Ikan baginya merupakan sumber yang tidak ada habis-habisnya. Dari ikanlah ia dapat melihat warna alami yang sesungguhnya. Sebelum ia meninggal, karya lukisnya tentang tenggelamnya kapal Tampomas membuatnya terinspirasi. Hanya saja ia menggambarkan potret diri yang diserbu ikan-ikan. Ternyata, potret itulah manifestasi dirinya berterima kasih pada ikan-ikan yang menjadi sumber inspirasinya. Sayangnya lukisan tersebut tidak selesai dan diberi judul Terima Kasih Kembali Protein. Karya lukisan ini merupakan pertanda terakhir Hendra Gunawan sebelum menghadap Illahi. Ia meninggal di RSU Sanglah, Denpasar, Bali, 17 Juli 1983. Dan dimakamkan di Pemakaman Muslimin Gang Kuburan Jalan A. Yani, Purwakarta.

  • 10. Herry Dim
  •  

  • Herry Dim (lahir di Bandung, Jawa Barat, 19 Mei 1955; umur 58 tahun) adalah seorang pelukis Indonesia. Herry menjadi pelukis pertama Indonesia yang menggelar pameran tunggal di Palais de Nations, Jenewa, 20-24 November 2008.
    Ia melukis sejak kecil, mulai giat betul melukis selepas SMA pada tahun 1973. Berbagai kegiatan melukis dia tekuni. Pada tahun 1975 ikut bergabung dengan Bengkel Pelukis Jakarta, dan diteruskan bergabung dengan Sanggar Garajas pada tahun 1976. Kemudian Herry Dim kembali ke Bandung pada tahun 1978, dan pada tahun 1983 bersama seniman-seniman lainnya medirikan Kelompok Seniman Bandung. Dalam catatannya pada era 1990-an telah mengikuti pameran diantaranya sebagai berikut:
  • International Exhibition of Asian Artists (Bandung)
  • Biennale Yogyakarta
  • Festival Istiqlal
  • Biennale Jakarta
  • Non-Aligned Countries Contemporary Art Exhibition
  • 3 Indonesian Contemporary Artists (Jakarta)
  • Rites to the Earth yang bersambung dengan peristiwa "Ruwatan Bumi"
  • International Exhibition of Asian Artists (Kualalumpur)
  • International Exhibition of Asian Artists (Fukuoka}
  • Container 96: Art Across the Oceans (Copenhagen)
  • 6 Indonesian Painters di Darga & Lansberg Gallery, Paris, 1998.
  • "Senirupa Ritus - Ritus Senirupa" (1986)
  • "Senirupa dan Sastra" (1991)
  • "Menyongsong Millenium ke-3" (1993)
  • "Instalasi 10 Biografi" (1993-94)
  • Lukisan dan Instalasi "Sebuah Ruang Tamu Tak Berpenghuni" sebagai ungkapan keprihatinan atas peristiwa bredel tiga media cetak (1994)
  • "Instalasi Bebegig" (1994)
  • "gonjangganjingnegeriku" (1998 di Bandung dan 2000 di TIM Jakarta)
Herry Dim pernah tinggal di Berlin selama 6 bulan. Sempat melakukan kegiatan seni di Mime Centrum dengan seniman setempat dan seniman Ethiopia.
Selain melukis Herry Dim mengerjakan pula artistik untuk seni pertunjukan (drama, tari, musik), seni grafis, disain grafis, seni instalasi, dan kadang-kadang menulis esei seni dan kebudayaan di berbagai media. Herry Dim pun tercatat sebagai penemu "wayang motekar," sejenis seni teater bayang-bayang (shadow puppet theater) yang selama tiga millenium selalu tampil berupa silhouette (hitam putih) kini melalui tangan dan kreativitas Herry Dim menjadi bisa tampil berwarna.
  • 11. Jeihan

  • 12. Kartika Affandi
  •  Kartika Affandi (lahir di Jakarta, 27 November 1934; umur 78 tahun) adalah seorang pelukis Indonesia. Ayahnya adalah pelukis terkemuka, Affandi. Lukisannya banyak dipajang di Museum Affandi, antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan Kepada-Nya" (Juli 99).

  • 13. Lee Man Fong
  •  Lee Man Fong (1913-1988) adalah seorang pelukis Indonesia yang dilahirkan di Tiongkok. Ia dibesarkan dan mendapatkan pendidikannya di Singapura. Di sana ia belajar melukis dengan seorang pelukis Lingnan, dan belakangan dengan seorang guru yang mengajarkannya lukisan minyak. Pada tahun 1933 ia pergi ke Indonesia dan tinggal di sana selama 33 tahun. Pada masa Perang Dunia II ia ditawan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka, ia menjadi pelukis istana Presiden Soekarno dan menjadi warga negara Indonesia. Lukisan-lukisan Lee Man Fong diakui sebagai perintis pelukis Asia Tenggara. Pada Tahun 1964 ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk membuat buku yang berjudul "Lukisan-Lukisan dan Patung dari Koleksi Presiden Soekarno dari Republik Indonesia" buku ini berisi seluruh karya-karya seni yang dimiliki Presiden Soekarno dan semuanya berjumlah 5 Volume.
    Kumpulan lukisannya diterbitkan dalam buku Lee Man Fong: Oil Paintings, volume I dan II dan diterbitkan oleh museum Art Retreat. Buku ini ditulis oleh kritikus seni Indonesia Agus Dermawan T., sementara seleksi karya dilakukan oleh Siont Tedja. Kedua buku yang keseluruhannya berisi 700 halaman ini berisi 471 lukisan pilihan milik banyak kolektor dari seluruh dunia.
    Pada tahun 1966, karena kekacauan politik di Indonesia, Lee Man Fong hijrah ke Singapura dan lama menetap di sana, sehingga ia bahkan dianggap sebagai pelukis Singapura. Tahun 1988 ia meninggal di Puncak, Jawa Barat, karena sakit.

  • 14. Mario Blanco

  • 15. M. Idris

  • 16. Otto Djaya

  • 17. Popo Iskandar

  • 18. Raden Saleh
  •  Berkas:RadenSaleh.jpgRaden Saleh Sjarif Boestaman (Semarang, 1807 atau 1811 - Buitenzorg (sekarang Bogor), 23 April 1880) adalah salah seorang pelukis terkenal dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia).


    Masa kecil

    Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab. Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
    Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.
    Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
    Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
    Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.

    Lukisan

    Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Perancis (1844 - 1851).
    Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
    Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.
    Wajar bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.

  • 19. S. Sudjojono

  • 20. Srihadi

  • 21. Sri Warso Wahono

  • 22. Trubus
  •  

  • 23. Atim Pekok

  • 24. E. Darpo.S

Senin, 19 Januari 2015

4 Lukisan Cantik yang Dianggap Kontroversial di Dunia

1. "Crying Boy" Lukisan Seorang anak laki - laki Menangis
Suatu hari, di Inggris pada musim panas dan musim gugur seribu sembilan ratus delapan puluh lima tahun serangkaian kebakaran terjadi. Orang-orang lokal tidak memahami alasan dari api. Tapi suatu hari, seorang pria melihat bahwa di tempat-tempat kebakaran terjadi,  tergantung utuh lukisan murah "Menangis anak." Berita ini adalah warga ngeri, fakta bahwa itu hampir selalu tetap tak tersentuh oleh api, sedangkan sisanya dibakar sepenuhnya.
Kasus kebakaran ini mungkin tidak berhubungan, jika petugas pemadam kebakaran bukan bahasa Inggris Peter Hall, yang mengambil tanggung jawab dan mengatakan kepada semua orang bahwa penyebab kebakaran dapat menjadi pemandangan umum "Menangis Boy". Ternyata ia melihat itu setelah beberapa panggilan dan kemudian mengatakan kepada semua untuk saudaranya. Dan itu, pada gilirannya, membeli gambar dan menutup rumah. Pada akhirnya, setelah beberapa minggu di rumah api membakar segala sesuatu kecuali gambar. Ia berbaring di antara abu utuh.
Kemudian, wawancara dengan petugas pemadam kebakaran di sebuah koran lokal, pemilik rumah yang dibakar menegaskan kata-kata seorang petugas pemadam kebakaran dan saudaranya. Ternyata lukisan "Crying Boy" - reproduksi seorang seniman Spanyol Giovanni Bragolina. Lukisan ini adalah energi yang kuat yang bahkan dapat menyebabkan kebakaran. Ada teori bahwa ayah anak itu, ketika menggambar gambar, menyalakan korek api, sementara ia tahu bahwa anaknya takut api. Anak itu menangis terus-menerus dalam ketakutan, tetapi ayahnya ingin melukis gambar indah yang bahkan tidak khawatir tentang kesehatan anak.
 
2. Lukisan Bung Karno Tampak Seperti Hidup
Telah Kita Ketahui bahwa, Museum bung karno yang terletak di blitar memiliki berbagai koleksi peninggalan bung karno, selain benda-benda yang bernilai sejarah yang erat kaitannya dengan bung karno, di museum yang tak pernah sepi pengunjung ini juga terdapat sebuah lukisan besar yang berukuran 150cm x 175cm yang bergambar bung karno.
Cerita misteri keanehan Lukisan ini , menurut sejumlah orang yang pernah melihatnya adalah "Tampak Hidup", siapa saja yang melihat lukisan ini sambil memusatkan konsentrasi serta pandangan terarah penuh dibagian jantung bung KARNO pada lukisan ini maka Seketika Terlihat Bergerak, Seolah-olah Berdetak Layaknya Orang yang Sedang Bernapas. banyak pengunjung yang tengah heboh karena menyaksikan lukisan ini seperti hidup. sejak saat itu lukisan ini menjadi obyek pertama yang didatangi pengunjung.
Menurut Penjaga musseum Tanwir, didalam lukisan tersebut berdiam sosok gaib bernama jatoro suro sebuah sosok jin penunggu gunung kelud yang telah di takhlukkan bung karno. cerita ini berdasar pada penerawangan beberapa paranormal. dulu sebelum ada lukisan tersebut sosok jin penunggu lukisan tersebut bersemayam di dekat makam bungkarno dan bukanlah cerita misteri.


3. Lukisan "The Hands Resist Him"
Pada bulan Februari 2000, kemunculan tiba-tiba dari sebuah lukisan yang agak aneh dengan judul menyertai "Lukisan Haunted" membuat debut di Ebay.com. Tentu saja judul seperti ini akan menarik perhatian dan itu masih dibahas untuk hari ini apakah lukisan itu benar-benar berhantu atau tidak. Bahkan orang asing adalah reaksi yang masyarakat umum memiliki saat melihat foto-foto lukisan.
Bill bercerita tentang bagaimana ia melukis Tangan Resist Nya pada tahun 1972, anak laki-laki dalam gambar menjadi dirinya sendiri, tangan menjadi kehidupan lain, jendela / pintu menjadi selubung tipis antara terjaga dan bermimpi dengan boneka kecil seperti gadis menjadi pemandu melalui.

Bill tidak tahu bagaimana lukisannya akhirnya ditinggalkan seperti yang dijelaskan oleh penjual Ebay.com, tapi dia tahu pemilik galeri di mana lukisan itu awalnya ditampilkan dan dijual, dan kritikus Los Angeles Times, yang terakhir acara, keduanya mati dalam waktu satu tahun dari lukisan yang ditampilkan.
Reaksi untuk melihat lukisan itu bervariasi dan aneh, orang-orang melaporkan merasa sakit dan pingsan, memiliki pengunjung yang aneh di malam hari, anak-anak menangis ketakutan saat melihat gambar-gambar dan beberapa orang bahkan terlalu takut untuk melihat gambar-gambar.
Lampu aneh pada lukisan itu seperti yang terlihat dalam gambar yang ditampilkan di Ebay.com. bisa saja dicapai dengan berbagai trik kamera atau hanya dengan bersinar lampu merah pada lukisan itu. Sangat sederhana dilakukan. NO lukisan tidak benar-benar berhantu.
Tangan Resist Dia akhirnya dijual seharga $ 1,025.00 - tawaran pertama adalah $ 199,00 - itu memiliki total 30 tawaran. Saya akan membayangkan dengan popularitas lukisan ini yang akan bernilai jauh lebih sekarang, bukan hanya untuk nilai sebagai sebuah lukisan namun untuk nilai sebagai sekarang terkenal "Lukisan Haunted Ebay".
 
4. Lukisan "The Blue Room"
Sebuah lukisan yang tersembunyi telah ditemukan oleh para ilmuwan di bawah sapuan kuas dari The Blue Room, sebuah karya seni Picasso 1901.
Ahli seni dan konservator di The Phillips Collection di Washington menggunakan teknologi inframerah pada karya, mengungkapkan seorang pria busur terikat dengan wajah menempel di tangannya. Picasso menciptakan baik karya di Paris selama periode biru yang terkenal.
"Ini benar-benar salah satu dari saat-saat yang benar-benar membuat apa yang Anda lakukan khusus," kata konservator Patricia Favero. Diakui sebagai salah satu seniman terbesar abad ke-20 ini, Pablo Picasso difokuskan pada lukisan monokromatik dalam nuansa biru dan biru-hijau selama periode birunya 1900-1904. The Blue Room telah menjadi subyek eksplorasi sejak tahun 2008 oleh para ahli dari Phillips Collection, National Gallery of Art, Cornell University dan Museum Winterthur Delaware.
Peningkatan citra inframerah memungkinkan mereka untuk melihat seorang pria mengenakan jaket dan dasi kupu-kupu, beristirahat wajahnya berjenggot di tangannya dengan tiga cincin di jari-jarinya.
Analisis teknis dikonfirmasi potret tersembunyi itu mungkin telah dicat sebelum The Blue Room. Favero menambahkan, setelah menemukan gambar kedua kembali pada tahun 2008, mereka kemudian ingin tahu siapa orang itu.
 

Kamis, 15 Januari 2015

10 Lukisan Paling Terkenal di Dunia

10. From the Lake by Georgia O’Keeffe
Georgia O'Keefe menghabiskan hari-harinya di Danau George, New York pada awal 1900-an, yang telah mengilhami banyak karyanya. Lukisan ini menampilkan gelombang lembut dan riak Danau George.

9. The Persistence of Memory by Salvador Dali
Mungkin lukisan paling terkenal oleh Salvador Dali, The Persistence of Memory diciptakan pada tahun 1931 dan sekarang ditampilkan di Museum of Modern Art di New York City. Dali memperkenalkan arloji saku lebur dalam lembaran ini. Anda juga bisa melihat sosok manusia di tengah lukisan.

8. The Dream by Pablo Picasso
Pablo Picasso memelopori gerakan seni modern disebut Kubisme dan secara luas diakui sebagai artis yang paling penting dari abad ke-20.

7. Corner of the Garden at Montgeron by Claude Monet
Lukisan ini terkenal oleh Monet awalnya diciptakan pada tahun 1877. Monet dikenal sebagai impresionis klasik. Di Sudut Taman di Montgeron, Monet telah menangkap sifat yang selalu berubah cahaya dan warna.

6. Café Terrace at Night by Vincent Van Gogh
Dalam lukisan ini Van Gogh menggambarkan sebuah kafe di Arles, kemudian Cafe Teras dan hari ini disebut Cafe van Gogh. Gaya lukisan unik untuk Van Gogh dengan warna-warna hangat dan kedalaman perspektif

5. Girl with a Pearl Earring by Jan Vermeer
Ini adalah potret polos seorang gadis, mungkin sebelum pernikahannya. Kurangnya menampilkan latar belakang dan warna air matanya drop anting-anting mutiara.

4. Luncheon of the Boating Party by Pierre Auguste Renoir
Lukisan ini menggambarkan sekelompok teman Renoir's bersantai di balkon sepanjang Sungai Seine. Dalam lukisan ini Renoir telah menangkap sukacita dari kelas pertengahan akhir abad ke-19 Prancis, ini adalah lukisan hidup yang membawa kebahagiaan dan kegembiraan ke setiap ruangan.

3. The Kiss by Gustav Klimt
Gustav Klimt, master Vienna melukis lukisan Kiss pada tahun 1907. Lukisan ini menggambarkan beberapa dikelilingi oleh selimut emas dan ornamen berbagi saat gairah geser - ciuman yang sempurna.

2. Starry Night by Vincent Van Gogh
Salah satu lukisan yang saat ini paling dikenal, Van Gogh Starry Night adalah sebuah lukisan klasik yang memanggil emosi dari ketenangan di menara gereja ke alam bebas meninggalkan warna yang digunakan untuk langit malam itu.

1. Mona Lisa by Leonardo Da Vinci
Mona Lisa, lukisan dunia yang paling terkenal, dimiliki oleh pemerintah Perancis dan hang di Louvre di Paris. Lukisan itu menunjukkan seorang wanita memandang penampil dengan apa yang sering digambarkan sebagai "senyum misterius". Mona Lisa mungkin adalah bagian yang paling terkenal dalam sejarah seni; beberapa karya lain seni adalah sebagai romantis, merayakan, atau direproduksi.

ORANG KAYA CHINA BELI LUKISAN PICASSO SEHARGA RP310 MILIAR

Claude et Paloma. (cnbc.com)
Dalian Wanda Group yang didirikan oleh orang terkaya di China, Wang Jianlin, membuat sebuah kejutan untuk lukisan karya Picasso di rumah lelang Christie di New York. Wanda Group membeli lukisan tersebut seharga US$28,2 juta atau Rp310 miliar, lebih dari dua kali lipat harga yang diharapkan.

Lukisan yang diberi judul "Claude et Paloma", merupakan sebuah potret dari dua anak bungsu Picasso. Awalnya, rumah lelang Christie berharap lukisan tersebut terjual antara US$9 juta hingga US$12 juta.

Dalam lelang tersebut, ada sebelas peserta yang meminatinya. Namun Wanda Group berhasil membeli lukisan tersebut. Diharapkan lukisan tersebut bisa menambah koleksi mereka.

"Saya pikir itu harga yang setimpal, dan saya senang. Wanda Group ingin menyimpan karya besar tersebut. Baik itu karya dari seniman lokal China ataupun dari Barat, selama itu orisinil, dan mewakili seseorang, mereka akan mempertimbangkan koleksi tersebut," ucap Gua Qingxiang, yang bertanggung jawab terhadap koleksi Dalian Wanda Group, kepada CNBC.

Anehnya, saat pelelangan, wakil dari Dalian Wanda Group tidak hadir. Dan tawaran yang mereka lakukan melalui telepon oleh Rebecca Wei, direktur rumah lelang Christie Asia. Wang yang berumur 59 tahun, dan merupakan pendiri Dalian Wanda Group, diperkirakan memiliki kekayaan sebesar US$22 miliar atau sekitar Rp242 Triliun.

Wang berhasil meraup pundi-pundi keuangannya melalui bisnis properti, dan memiliki saham sekitar 61%.  Dalian Wanda Group sendiri kerap membangun bisnis hiburan, dan menjadi operator bioskop terbesar di dunia.

China telah menjadi pasar yang potensial bagi rumah lelang asing, di mana peningkatan orang kaya semakin berkembang. Tahun lalu, Departemen Perdagangan mencatat penjualan barang antik di rumah lelang mencapai angka US$4,5 miliar, atau sekitar Rp50 Triliun rupiah. Yah, China telah menjadi pasar yang menguntungkan.

Rahasia Lukisan Mona Lisa Terungkap, Ada Gambar Binatang

DAILY MAIL/"PRLM"
DAILY MAIL/"PRLM"
MISTERI lukisan Mona Lisa ternyata ada lukisan binatang ketika dimiringkan 45 derajat ke kanan.*
NEW YORK, (PRLM).- Seorang artis mengaku telah memecahkan misteri berumur lima abad dari lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci yang dibuat tahun 1519. Jika lukisan diputar 45 derajat, maka terlihat tiga kepala binatang.
Ron Piccirillo meyakini ada gambar kepala singa, monyet dan banteng di sekitar kepala Mona Lisa. Sedangkan buaya atau ular dari posisi tangan kiri objek.
Pelukis amatir dan desainer grafis yang tinggal di New York, AS ini mengaku mengikuti serangkaian instruksi dari Leonardo da Vinci.
Seperti ditulis Daily Mail, kepala singa ada di dekat telinga kanan, monyet di dekat pundak kanan, dan banteng di belakang kiri kepala.
Tampaknya teori Ron menimbulkan kontroversi, karena selama ini yang dianggap misteri adalah sunggingan senyum Mona Lisa.
Ketika Ron memiringkan ke kanan, gambar yang pertama kali terlihat adalah kepala singa. "Kemudian saya melihat banteng. Saya menyadari, inilah yang sleama ini saya cari," tuturnya. (A-88)***

10 Lukisan Termahal Di Dunia

10. Dance at the Moulin de la Galette - Pierre-Auguste Renoir

 Harga: US$ 78,1 juta / Rp 908 miliar
Lukisan ini dikenal juga dengan sebutan Bal du Moulin de la Galette yang diselesaikan pada tahun 1876 oleh seniman bernama Pierre-Auguste Renoir. Dalam dunia seni, lukisan ini dianggap sebagai salah satu lukisan terbaik. Sampai tahun 1894, lukisan ini merupakan bagian dari koleksi pribadi Gustave Caillebotte, yang juga seorang pelukis asal Perancis. Meskipun pembeli lukisan ini dirahasiakan, namun ada laporan bahwa lukisan ini dibeli oleh seorang kolektor asal Swiss.

9. Portrait of Dr. Gachet - Vincent van Gogh

Harga: US$ 82,5 juta / Rp 959 miliar
Vincent van Gogh menyelesaikan lukisan ini pada tahun 1890 dan dia melukis pada sebuah kanvas berukuran 23,4 x 22,0 inci menggunakan minyak. Lukisan ini menggambarkan seseorang bernama Dr Paul Gachet. Dia dikenal sebagai orang yang merawat van Gogh sebelum ia meninggal. Lukisan ini sebenarnya memiliki dua versi yang berbeda dan sama-sama menggambarkan Dr Gachet pada posisi yang sama. Namun skema warna yang digunakan untuk masing-masing lukisan ini sangat berbeda. Lukisan ini adalah versi pertama.

8. Dora Maar au Chat - Pablo Picasso

 Harga: US$ 95,2 juta / Rp 1,1 triliun
Lukisan ini diselesaikan oleh Pablo Picasso pada tahun 1941. Lukisan ini menggambarkan seorang wanita yang memiliki hubungan dengan Pablo, Dora Maar. Kekasih Pablo ini dilukis sedang duduk di kursi dengan seekor kucing kecil bertengger di bahunya. Karya ini menjadi salah satu lukisan paling mahal di dunia.

7. Boy with a Pipe - Pablo Picasso



Harga: US$ 104,2 juta / Rp 1,2 triliun
Lukisan ini juga diselesaikan oleh Pablo Picasso pada tahun 1905. Lukisan ini menggambarkan pria Perancis dengan pakaian berwarna biru dengan bunga di atas kepalanya. Di tangan kirinya, pria ini terlihat sedang memegang pipa. Pada bulan Mei 2004, lelang yang dilakukan oleh Sotheby New York membuat gebrakan besar di dunia seni. Lukisan ini merupakan lukisan pertama yang terjual dengan harga di atas US$ 100 juta.


6. Nude, Green Leaves and Bust - Pablo Picasso

Harga: US$ 106,5 juta / Rp 1,23 triliun
Dalam bahasa Perancis, lukisan tahun 1932 karya Pablo Picasso ini dikenal dengan sebutan Nu au Plateau de Sculpteur. Marie-Therese Walter, seorang wanita yang mengilhaminya untuk menciptakan lukisan ini. Lukisan ini merupakan bagian dari koleksi pribadi di Tate Britain di London.

5. The Scream - Edvard Munch



Harga: US$ 120 juta / Rp 1,4 triliun
Lukisan ini merupakan versi keempat yang diciptakan oleh Edvard Munich. Lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan minyak, tempera dan pastel. Edvard menyelesaikan lukisan ini pada tahun 1895 dan merupakan karyanya yang dibilang sangat mahal. Lukisan ini dijual pada Sotheby’s Impressionist dan Modern Art Auction pada tahun 2012 dan dibeli oleh Leon Black.


4. Portrait of Adele Bloch-Bauer - Gustav Klimt

 Harga: US$ 135 juta / Rp 1,56 triliun

Gustav Klimt menyelesaikan lukisan ini pada tahun 1907 dengan kanvas berukuran 54 x 54 inci dan menggunakan minyak, emas dan perak. Akuisisi terbaru dari lukisan ini dibuat oleh Ronald Lauder pada tahun 2006 dan ditampilkan di galeri nya, Neue Galerie di New York City. Lukisan ini dibuat pada saat Klimt sedang berada di Wina. Ferdinand Bloch-Bauer, yang merupakan seorang tokoh industri gula, menugaskan Klimt untuk melukis istrinya, Adel Bloch-Bauer.


3. Woman III - Willem De Kooning

 Harga: US$ 137,5 juta / Rp 1,6 triliun

Lukisan tahun 1953 ini merupakan karya Willem De Kooning. Sebenarnya lukisan ini merupakan bagian dari serangkaian yang melibatkan enam lukisan berbeda. Lukisan ini bergaya abstrak ekspresionis dari Klooning dan memiliki ukuran 68 x 48,5 inci. Pada tahun 2000, lukisan karya Willem ini dijual oleh David Geffen kepada seorang miliarder, Steven A. Cohen.


2. No. 5 - Jackson Pollock

 Harga: US$ 140 juta / Rp 1,62 triliun 

Jackson Pollock adalah seorang pelukis asal Amerika yang menjadi sangat populer karena kontribusinya di bidang abstrak impresionisme. Lukisan ini ditandai dengan cokelat tebal dan cat kuning. Menurut para ahli seni, lukisan ini adalah representasi abstrak dari sebuah sarang. Pada awalnya lukisan ini ditampilkan di Museum of Modern Art dan dimiliki oleh Samuel Irving Newhouse. Pada akhirnya dia menjual lukisan ini kepada David Geffen.


1. The Card Player - Paul Cezanne


Harga: US$ 254 juta / Rp 2,95 triliun
Lukisan paling mahal di dunia ini diciptakan oleh pelukis asal Perancis bernama Paul Cezanne. Alasan yang paling utama kenapa lukisan ini dijual dengan harga yang sangat mahal karena detail halus dan intensitas warna yang bagus. Lukisan ini merupakan lukisan terakhir dari 5 lukisan Cezanne yang sedang menggambarkan seorang pemain kartu. Pada tahun 2011, keluarga kerajaan Qatar membeli lukisan ini dalam sebuah lelang.